Bogor
hujan terus sekarang. Saya rasa tempat lainpun tidak berbeda. Untuk
yang memiliki aktifitas, hujan yang hampir tiap hari turun ini bisa
menjadi penghambat. Rencana yang sudah tersusun, bisa batal atau
berubah karena hujan. Saya yang sudah punya rencana pergi bisa saja
batal jika menganggap hujan sebagai penghalang. Karena sudah
direncanakan jauh-jauh hari, meskipun Minggu (17/2) pagi itu gerimis,
saya sekeluarga tetap berangkat ke Curug Nangka. Ada acara Family Gathering
di sana. Para karyawan tempat istri kerja plus keluarganya mengadakan
acara ketemuan di salah satu penginapan depan pintu gerbang kawasan
wisata Curug Nangka.
Anda
yang tinggal di wilayah Bogor Barat (Darmaga, Ciampea dll.) bila akan
menuju Curug Nangka dan naik kendaraan umum, saya sarankan naik angkot
dari pertigaan Ciherang. Dari situ lebih enak, lebih dekat, dan
ternyata ongkosnya lebih murah. Saya berangkat dari pertigaan itu naik
angkot Ciherang yang jurusan Nambo. Saya sempat khawatir saja
jangan-jangan ongkosnya mahal. Selain itu, bagaimana nyambungnya nanti
untuk menuju ke curugnya. Info dari tukang ojeg saat mau naik angkot
tadi, saya harus naik ojeg untuk menuju curug setelah sampai di Nambo
dengan ongkos Rp.7.000. Tidak ada angkot yang ke arah Curug Nangka.
Ketika sudah di atas angkot ngobrol dengan sopirnya. Rupanya saya tidak
harus sampai ke Nambo. Untuk menuju Curug Nangka, saya bisa turun di
pertigaan sebelum Nambo yang orang daerah situ menyebutnya Pangkalan.
Pertigaan itu ada di Desa Sukajadi. Dari pertigaan Ciherang sampai
Pangkalan Desa Sukajadi hanya membutuhkan waktu 35 menit dengan ongkos
angkot Rp.4.000. Praktis, cepat, dan tidak terlalu mahal.
Yang
lebih menenangkan lagi, di Pangkalan sudah banyak angkot jurusan Ciapus
(Warung Loa) yang melewati Curug Nangka. Tidak perlu naik ojeg. Saya
cukup naik angkot itu dengan ongkos Rp.2.000 dan membutuhkan waktu
kurang dari sepuluh menit untuk sampai di pertigaan menuju Curug
Nangka. Hari masih gerimis saat turun dari angkot.
Saya
harus berteduh dulu di warung pinggir jalan. Yang tadinya gerimis
berubah menjadi hujan lebat. Keputusan harus diambil untuk menuju
penginapan di depan pintu gerbang menuju curug yang menjadi tempat
berlangsungnya acara. Memilih jalan kaki, naik ojeg, atau menelpon
teman yang sudah sampai duluan untuk menjemput menggunakan mobil. Dari
pertigaan menuju pintu gerbang bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar
20 menit. Bila naik ojeg, mungkin hanya lima menit dengan ongkos
Rp.3.000. Karena hujan tidak reda-reda, saya putuskan meminta teman
menjemput dengan mobil. Dan ini solusi terbaik saya rasa, sebab
ternyata lumayan juga bila harus jalan kaki dengan kondisi hujan. Juga
bila naik ojeg, sudah pasti kami akan basah-basahan. Padahal saat itu
matahari tidak pernah keluar dan kabut yang turun menjadikan udara
terasa dingin. Untungnya jaket dan baju tebal sudah dipersiapkan
sebelumnya.
Dengan
menggunakan Kijang kantor, perjalanan menuju penginapan yang bernama
Cunang Inn hanya memerlukan waktu lima menit. Setelah mengucapkan
terima kasih ke pak sopir, saya sekeluarga turun dan langsung menuju
sebuah bangunan yang menjadi tempat berkumpul. Bangunan itu berarsitek
Jawa dan diberi nama Joglo. Menurut informasi, pemilik penginapan
adalah orang Jawa. Tidak aneh jika bangunan dan namanya seperti itu.
Rupanya
kami adalah keluarga terakhir yang datang. Semua sudah ada di dalam
Joglo. Mereka sedang duduk berkeliling mendengarkan panitia memberikan
sambutan dan beberapa pengumuman. Kemudian masing-masing karyawan
beserta keluarganya diminta maju satu persatu memperkenalkan diri.
Selama ini, memang hanya para karyawan saja yang saling kenal. Tidak
demikian dengan keluarganya. Dengan adanya acara seperti ini, merupakan
kesempatan untuk saling mengenal.
Acara Family Gathering
seperti ini sama sekali belum pernah diadakan. Dan ini adalah baru
pertama kalinya. Makanya mereka yang menginginkan kegiatan yang
merekatkan kebersamaan ini benar-benar mendukung dan sangat antusias
saat rencana itu diumumkan. Pro kontra sudah pasti ada. Namun semua
tergantung panitianya. Bila tujuan diadakannya acara tersebut adalah
untuk kebaikan, tidak ada ruginya kegiatan tersebut tetap dilaksanakan
meskipun sebagian pihak menentang. Apalagi jika ketidaksetujuannya itu
dengan alasan yang dicari-cari dan tidak masuk akal. Sebagai pihak yang
menjadi keluarga karyawan, saya dukung seratus persen ide mengadakan
kegiatan itu. Bila perlu, jadikan acara itu menjadi kegiatan tahunan.
Tadinya
acara jalan menuju curug dilakukan sebelum makan siang. Dikarenakan
hujan tidak berhenti-berhenti, kalaupun reda itupun cuma sebentar,
kemudian diputuskan untuk makan siang dulu. Setelah makan siang,
rupanya cuaca mau berkompromi. Gerimis yang tidak habis-habis tiba-tiba
berhenti. Semua keluarga berduyun-duyun turun dari tempat pertemuan
menuju pintu gerbang kawasan wisata Curug Nangka. Panitia yang
mengurusi pembayaran tiket masuk sudah stand-by di sebelah
loket. Karcis masuk ke Curug Nangka cukup murah, wajarlah, Rp.3.000.
Saya bilang sangat murah, karena dibayarin panitia alias gratis.
Kita
harus melalui hutan pinus dulu bila ingin sampai ke curug. Namun nggak
usah khawatir, jalannya enak kok. Dari loket jalan sudah diaspal
meskipun tidak mulus lagi. Agak ke dalam sedikit, jalan kira-kira lima
menit, ketemu dengan kumpulan warung makan yang di seberangnya terdapat
lahan parkir yang lumayan luas untuk motor maupun mobil sekelas kijang.
Kalau anda bawa mobil atau motor sekaligus kelaparan, tempat itu cocok
buat anda. Mengenai harganya, bila sedikit lebih mahal ya wajarlah,
namanya juga tempat wisata.
Setelah warung dan tempat parkirnya, kita akan menyebrangi jembatan sebelum masuk ke hutan pinus yang menjadi camping ground.
Tidak begitu luas tapi cukuplah untuk mendirikan beberapa tenda. Asal
tidak musim liburan saja, saya rasa tempat ini nyaman untuk berkemah.
Dari camping ground kemudian menanjak sebentar, sampailah di
sungai. Ternyata sungai itu mengalur ke bawah membentuk air terjun yang
tidak kelihatan bawahnya. Rupanya itulah air terjun yang disebut dengan
Curug Nangka. Jadi sungai di mana saya berada merupakan bagian atas
dari Curug Nangka. Menempel di pohon dekat tempat saya berdiri tertulis
dengan cat putih di atas papan hijau: Curug Nangka. Dua kali saya
berada di tempat itu. Dan baru ngeh sekarang kalau saya
berdiri di atas Curug Nangka. Rupanya bila kita ingin ke bagian bawah
Curug Nangka, harus turun ke jalan yang ke bawah saat tiba di camping ground.
Itu kata orang yang saya temui di sana. Saya sendiri belum mencobanya.
Mengenai jaraknya, dari loket karcis sampai bagian atas Curug Nangka
sekitar 500m atau hanya membutuhkan waktu 15 menit jalan kaki. Medannya
pun tidak sulit, anak-anak maupun nenek-nenek masih mungkin
menjangkaunya.
Selain
Curug Nangka yang pertama kali akan kita temui, masih ada dua curug
lain yang namanya Curug Daun (600m dari pintu gerbang) dan Curug Kawung
(700m). Saya tidak bisa cerita banyak tentang dua curug itu di sini
karena saya belum pernah ke sana. Dari cerita yang saya dengar, anda
cukup jalan kaki menyusuri sungai yang pertama kali anda temui yang
merupakan bagian atas Curug Nangka menuju ke atas. Cuma hati-hati saja.
Namanya juga daerah pegunungan yang lembab, binatang yang berwarna
hitam, sebesar lidi, dan bila dipegang terasa enyoi-enyoi
(lembut kenyal mirip agar-agar) mungkin saja akan anda temui. Binatang
penghisap darah ini tidak berbahaya dan tidak menyakitkan. Hanya saja,
rugi rasanya donor darah sama mereka. Mending darah kita, kita
sumbangkan ke orang lain. Bukan kepada binatang enyoi-enyoi yang orang kita menyebutnya pacet.
Sumber : http://kampungantenan.blogspot.com/2008/02/curug-nangka.html